Sabtu, 11 Agustus 2012

Kegembiraan Dalam Sekarung Beras

Asa boga beas sakarung


Sebuah ungkapan “Urang Sunda” yang biasa akang dengar sewaktu masih tinggal dikampung. Ungkapan yang berarti “serasa punya beras sekarung” sering diungkapkan saat seseorang mendapat kegembiraan atau kebahagiaan. Dalam filosopi orang dikampung yang sederhana bahwa kebutuhan yang paling utama adalah terpenuhinya kebutuhan perut. Dengan terpenuhinya kebutuhan terhadap beras seolah hambatan hidup yang lain serasa tidak menjadi hambatan berarti. Beras dalam hal ini tentu saja sebagai makanan pokok yang biasa dimakan sehari-hari. Ungkapan tersebut menggambarkan bagaimana kesederhanaan pikiran seseorang dalam menghadapi hidup dimana jika telah tersedia apa yang dibutuhkan untuk makan sehari-hari maka terasa hidupnya bahagia. Hal ini juga menggambarkan bagaimana besarnya arti dan nilai beras atau padi bagi masyarakat petani.

Semasa kecil akang tidak begitu memahami mengapa ungkapan tersebut sering disebut-sebut orang saat mendapat kegembiraan. Akang menggunakan ungkapan tersebut benar-benar hanya ikut-ikutan kebiasaan yang ada ditempat akang. Suatu ketika akang mencoba bertanya kepada orang tua mengapa jika mendapat kegembiraan atau kebahagiaan selalu menggunakan ungkapan tersebut dan jawabannya adalah “ kamu akan mengetahuinya nanti setelah dewasa”. Sebuah jawaban yang sungguh membuat penasaran dan tentunya kesabaran karena menjadi “dewasa” adalah sebuah proses panjang. Kini setelah menjadi dewasa dan berkeluarga akang baru mamahami dengan pemahaman yang lebih baik tentang arti ungkapan tersebut.
Sebagai seseorang yang dibesarkan dikeluarga petani keberadaan beras dirumah mempunyai kekuatan psikologi tersendiri.

 Jika persediaan beras dirumah habis maka terasa merupakan sebuah kehilangan besar, walau akang masih mempunyai uang untuk membeli nasi diwarung nasi. Rasanya berbeda jika mendengar bahwa persediaan gula atau makanan lainnya habis bahkan seringkali akang tidak begitu peduli jikapun benar telah habis. Sewaktu masih lajang dan tinggal di kosan akang tidak pernah mau dibekali beras jika pulang kampung. Terasa sangat merepotkan jika harus membawa beras ke kosan apalagi beratnya sampai sepuluh kilogram. Tapi kini jika pulang kampung maka beras adalah benda pertama yang akang minta kepada orang tua jika hendak menyediakan oleh-oleh.

Sebagian orang mungkin menganggap ungkapan tersebut terasa naïf dengan mengatakan bahwa “memangnya kebutuhan hidup hanya makan?”. Dalam pandangan akang sendiri ungkapan tersebut menggambarkan makna yang mendalam dari kebijaksanaan orang-orang tua jaman dahulu dalam menyikapi hidup. Ditengah kehidupan kita saat ini yang sarat dengan hedonisme dan konsumerisme ungkapan diatas terasa asing dan nyeleneh. Tuntutan hidup saat ini membuat kita kehilangan batas antara kebutuhan hidup dan keinginan hidup. Bahkan ada orang yang rela menghilangkan hidupnya sendiri karena tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Contoh kasus ada seorang anak muda yang bunuh diri karena orang tuanya tidak mampu membelikan sebuah smartphone idamannya. Sungguh sulit mengukur suatu kebahagiaan saat ini. Apakah ungkapan “serasa punya uang satu miliar” atau “serasa mendapat lotere seratus miliar” mampu mewakili gambaran kegembiraan kita saat ini?. Akang merasa tidak mudah mendapatkan gambaran yang dapat mewakili arti sebuah kegembiraan saat ini.

http://ndiel2.wordpress.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share To