Sabtu, 11 Agustus 2012

Jaga Rahasia itu susah






Amanah yang harus di jaga, itulah kiranya sebuah rahasia harus disimpan dalam-dalam agar masih menjadi rahasia. Tapi jika sebuah “rahasia” itu terbongkar atau sengaja dibongkar, maka namanya bukan lagi rahasia meskipun orang masih mengistilahkan “rahasia umum”.  Sudah umum kok masih rahasia itulah yang saya pikir aneh tentang rahasia umum.  Namanya rahasia kok masih di umum-umumkan jadinya ya “ora umum” kata temanku yang mengikuti salah satu program piramida.

Jika seseorang mengungkapkan sebuah rahasia kepada seorang lain dan berharap orang bernasib malang yang kebagian menjaga rahasianyaitu menjaganya, saya pikir itu suatu kesalahan. Menjaga rahasia bukan soal gampang, sebab ada saja keinginan untuk berbagi seakan rahasia adalah sebuah beban berat yang harus ditanggung. Lengkapnya menceritakan sebuah rahasia kepada orang lain adalah membuka rahasia.  Jadinya menjada rahasia adalah menjaga beban, itu yang ada dalam pikiran saya.

Dahulu kala, sebenarnya beberapa tahun yang lalu saya mengungkapkan sebuah rahasia seseorang yang sebenarnya bukan hal penting, karena rahasia itu hanyalah sebuah wacana tentang seseorang teman saya yang maho atau bukan (gay or not) . Teman saya yang saya bicarakan ini memang seorang laki-laki feminim, kebetulan dia seorang panata rias disebuah salon pengantin dan kebetulan juga dia seorang penari. Gayanya yang seperti banci tentu saja menimbulkan pertanyaan tentang orientasi sex dia, ini hal yang wajar dalam masyarakat sosial.

Dalam sebuah obrolan dengan seorang teman saya yang perempuan kami membahas kelelakian lelaki teman saya itu. Diskusi panjang antara curiga dengan label beberapa fakta yang masih belum bisa dipertanggungjawabkan tanpa diakhiri sebuah kesimpulan mengarah pada kecurigaan bahwa dia seorang gay. Akhirnya obrolan itu saya pikir menjadi rahasia yang tak perlu diceritakan, toh ini hanyalah wacana tentang seseorang. Apalagi sampai diceritakan kepada obyek yang kami bicarakan, karena saya pikir masalah ini masalah yang rawan membuat orang tersinggung. meskipun juga saya tahu laki-laki feminim itu tidak mudah marah, tapi ada baiknya saya waspada untuk tidak membuat seorang tersinggung.

Dibeberapa hari selanjutnya saya bertemu lelaki feminim itu dan dengan nada yang agak kecewa dia sedikit komplen mempermasalahkan perbincangan saya dengan si perempuan itu tentang dia. Oalah rupanya si perempuan teman saya tadi menceritakan perbincangan kami “ohh embernya dia”, mulai saat itu saya berpikir, ternyata perempuan tidak bisa menjaga rahasia bahkan untuk hal yang sangat rawan dibicarakan. Mungkin saya-pun begitu di waktu-waktu yang lain. Ternyata menjaga rahasia itu tidak semudah menjaga rumah atau menjaga kebun.

Saya pastikan semua dari kita pernah membocorkan rahasia, sesuatu yang tak seharusnya diceritakan kepada orang lain tapi tanpa sadar kita lepaskan begitu saja. Melepas rahasia seperti melepaskan si burung dari sangkarnya, siburung akan bebas berkicau kesana kemari. Sebab memang sudah kodratnya burung berkicau kecuali tentu saja burung yang bisu.

Sebagai pendengar yang baik saya sangat senang mendengarkan cerita teman-teman saya. Karena dari cerita-cerita itu saya seperti anak kecil yang mendapatkan dongeng dengan berbagai macam cerita menarik. Diantara cerita-cerita tersebut sedikit atau banyak selalu ada rahasia dan itu menjadi beban tersendiri, tapi saya punya cara tersendiri untuk melepas si burung kicau tanpa burung itu berkicau.  Sebenarnya cukup gampang dan setiap hari dilakukan oleh wartawan untuk melindungi nara sumbernya jika nara sumber itu tidak mau identitasnya di ketahui. Saat saya menceritakan cerita itu saya selalu mengawali dengan “salah seorang teman saya” atau “sebut saja si mawar”, dengan begitu saya tidak tidak merasa berdosa dan jangan ceritakan kepada orang dekat teman yang kita ceritakan tadi.

wong emang menjaga rahasia itu susah..!!!

forumkompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share To